Biografi Aldila Sutjiadi - Srikandi Tenis Indonesia (Bagian Pertama)

ayotenis.com Jakarta – Gisela Aldila Sutjiadi atau yang lebih dikenal dengan nama Aldila Sutjiadi adalah salah satu petenis putri terbaik yang pernah dimiliki Indonesia. Perempuan cantik jelita kelahiran Jakarta ini menyukai olahraga tenis sejak usia dini. Dengan dukungan penuh dari kedua orangtuanya, ia pun mulai menekuni tenis di klub KTKG (Kampus Tenis Kelapa Gading) dibawah binaan salah satu legenda tenis Indonesia, Hadiman.

Namun awal muasal Aldila Sutjiadi mengenal tenis tak terlepas dari kisah kedua kakak kandungnya yang telah terlebih dahulu berkecimpung pada cabang olahraga tersebut.

Bermula dari keinginan sang ayah, Indriatno Sutjiadi, yang mengarahkan putra sulungnyaAdrianus Jonathan Amdanu Sutjiadi, untuk mulai belajar tenis saat berusia tujuh tahun, dimaksudkan hanya agar kakak tertua Aldila itu mengisi waktu luang seusai pulang sekolah guna menghindari pergaulan yang tidak sehat.


Aldila Sutjiadi ketika berusia 3 tahun bersama sang ayah, Indriatno Sutjiadi

Bak gayung bersambut, Danu sapaan karib Jonathan Amdanu, tertarik belajar tenis. Kemampuannya bermain tenis terbilang cukup menonjol, bahkan hanya dalam waktu relatif singkat, pelatihnya memasukkannya dalam kelompok prestasi KTKG. Sejak saat itu, jadilah Danu sebagai petenis yunior yang mulai malang melintang mengikuti berbagai kejuaraan tenis yunior dan cukup disegani oleh lawan-lawannya.

Prestasi Danu cukup moncer kala yunior, hal itu terbukti dengan terpilihnya ia menjadi pemain nasional kelompok umur 14 tahun dan 16 tahun. Bahkan Jonathan pernah mendapatkan beasiswa selama beberapa pekan ke Eropa dari ATF (Asian Tennis Federation).

Ada sekelumit cerita ketika Jonathan hendak dikirim ke Eropa oleh ATF. Saat itu pria kelahiran 21 Maret 1986 tersebut masih duduk dibangku kelas 2 salah satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang ada di kawasan Menteng, Jakarta. Lantaran bakal berada di Eropa selama beberapa pekan, Indriatno mengajukan ijin dispensasi khusus kepada Kepala Sekolah. Akan tetapi bukannya dukungan atau setidaknya jawaban mengenakkan yang diterimanya, namun Indriatno malah mendapat jawaban sedikit ketus dengan kata "Terserah" dari sang kepala sekolah.

Menghadapi kenyataan tersebut, Indriatno merasa sangat kecewa. Semenjak saat itu, dia tidak pernah lagi mengajukan ijin pada sang kepala sekolah namun memilih melalui guru wali kelas yang selama ini mendukung Danu. Wali kelas juga sempat mengungkapkan bahwa sejatinya kepala sekolah berniat mengeluarkan Danu dari sekolah tersebut, akan tetapi dicegahnya.

Tak berhenti disitu, ketika lulus SMP, Indriatno mencoba mendaftarkan Danu di Sekolah Menengah Atas (SMA) dalam satu naungan Yayasan yang sama dengan SMP Danu, akan tetapi tak diterima. Padahal Danu memiliki nilai diatas rata-rata bila dibandingkan dengan teman-temannya. Akhirnya Indriatno memutuskan untuk memasukkan Danu ke salah satu sekolah yang mendukung atlet, yaitu SMA Jubilee di kawasan Sunter, Jakarta.

Prestasi demi prestasi seakan tak henti ditorehkan oleh Danu di kancah pertenisan yunior nasional. Namun sang ayah menyadari akan betapa ketatnya persaingan tenis sektor pria di tingkat dunia. Dengan pertimbangan tersebut, maka dia mengambil keputusan untuk pengirim si sulung ke Amerika Serikat guna menempuh scholarship di University of Chicago. Beberapa tahun kemudian Jonathan lulus dengan predikat Cum Laude.

Bersambung: Biografi Aldila Sutjiadi - Srikandi Tenis Indonesia (Bagian Kedua)

Baca juga Jadwal Turnamen dan Info Tenis Terkini lainnya

Tak ingin ketinggalan update berita tenis terkini? Follow instagram kami @ayotenis


Aldila Sutjiadi saat berusia 5 tahun